Puasa adalah ibadah yang istimewa di sisi Allah swt, bahkan dalam hadits qudsi dijelaskan bahwa ibadah puasa itu hanya untuk Allah swt dan Dia sendiri yang akan membalasnya secara langsung.
Dalam rangka mencapai ketaqwaan sebagai tujuan berpuasa, ada baiknya sesekali kita melakukan perenungan yang mendalam terhadap niat dan perilaku kita.
Niat bukan hanya sekadar kemahuan tetapi ianya adalah :
- Sebuah komitmen.
- Sebuah aqad yang mengilhamkan kepada seluruh relung jiwa yang melahirkan kesungguhan (jihad).
- Sebuah tekad dan nyalaan api yang tidak pernah padam.
Niat merupakan dorongan yang maha kuat dan sebuah motivasi untuk mewujudkan seluruh harapan dalam bentuk tindakan.
Kualiti pekerjaan seseorang sangat ditentukan oleh kualiti niatnya dan begitulah pula dengan puasa.
Kita diminta untuk memasang niat berpuasa iaitu sebuah dorongan dan nyalaan api untuk melaksanakan puasa dalam ertikata yang utuh, iaitu ibadah yang bersifat individu dan sekaligus melibatkan sosial.
Ianya bersifat individu kerana puasa merupakan bentuk pencerahan batin (Tarbiyatul Qalbi). Hati yang telah cerah akan berkelipan dengan cahaya (nur) sehingga dia mengetahui secara jelas (kerana diterangi cahaya), mana yang hak dan mana yang batil.
Puasa akan melahirkan kejujuran, amanah dan menumbuhkan semangat perkhidmatan yang sangat tinggi.
Penghambaan dirinya kepada Allah yang dinyatakan minimumnya 17 kali setiap hari (iyyaka na'budu) diterjemahkannya dalam bentuk perilaku yang nyata dengan cara menunjukkan sikap perkhidmatan yang bertanggungjawab.
Ini semua bermula dari niat yang disertai dengan ilmu dan arah yang benar.
Nabi saw bersabda :
"Barangsiapa yang berpuasa dengan iman dan (ihtisab) mengharapkan ganjaran pahala, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu."
(Muttafaqun alaih)
Dari hadis di atas, nampaklah bahwa iman merupakan asas dipasangnya niat yang disertai dengan ‘ihtisab’ sebagai proses penelitian bahkan menguji diri sendiri sehingga kualiti niat berpuasa akan melahirkan dua perkara besar yang akan merubah sikap hidupnya.
PERTAMA :
Niat berpuasa kerana rasa cinta dan rindu yang teramat sangat untuk menghadirkan wajah Allah sehingga mereka hanya memalingkan seluruh harapan dan tindakannya untuk sentiasa berpihak di jalan Allah (Al Shirath Al Mustaqiim).
KEDUA :
Mereka mewujudkan niatnya tersebut dalam bentuk sikap hidup sederhana bahkan melatih untuk hidup dengan penuh kekurangan, sebagaimana doa Rasulullah saw :
"... Ya Allah, jadikanlah aku kenyang sehari dan lapar sehari agar pada saat perut kenyang, aku mahu bersyukur dan ketika lapar, aku menjadi orang yang sabar."
Kita juga dapat memahami dari hadith di atas bahwa janji untuk mendapat keampunan hanyalah bagi siapa sahaja yang melaksanakan puasa dengan "imanan wahtisaban" iaitu :
Iman.
Niat mengharapkan ganjaran pahala.
Maksudnya adalah setiap orang hendaklah mempersiapkan dirinya dengan beriman dan berharap atau memohon pahala dari Allah swt dan ridhaNya dalam melaksanakan amal-amal soleh di bulan Ramadhan.
Allah swt ketika memulakan perintahNya sentiasa menggunakan ungkapan "ya ayyuhalladzina amanu", sepertimana dalam firman Allah swt :
"Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan ke atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan ke atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa".
(QS Al-Baqarah :183)
Dalam ayat-ayat Al-Qur'an, setiap kali Allah swt menyebutkan perintah tentang kewajiban (baik suruhan atau larangan) secara khusus, pasti akan mendahulukan perkataan "Iman" sementara jika berkaitan dengan perintah ibadah secara umum akan mendahulukan kata "An-Naas".
Ini adalah kerana perkataan ‘iman’ boleh ditafsirkan sebagai :
Persiapan seorang hamba untuk melaksanakan kewajiban dan menjauhi larangan tersebut, sekalipun perintah tersebut berat dan memerlukan tenaga dan harta seperti puasa, solat, zakat dan haji.
Namun, jika kewajiban itu dalam bentuk umum seperti perintah beribadah kepada Allah swt dan untuk menjelaskan bahwa tugas utama kewujudan manusia di dunia ini adalah untuk beribadah kepada Allah swt dan tunduk kepadaNya, maka seringkali ianya dimulai dengan seruan "ya ayyuhannaas" seperti firman Allah swt :
"Wahai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertaqwa".
(QS Al-Baqarah : 21)
Dan firman Allah swt lagi :
"Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi diri kepadaKu".
(QS Az-Zariyaat : 56)
Oleh kerana itulah, setiap orang yang beriman hendaklah meletakkan setiap langkah dan aktivitinya dengan "iman" dan "ihtisab" kerana dengan kedua perkara tersebut niscaya segala langkah dan aktiviti serta ibadahnya akan diterima dan mendapat pahala dari Allah swt serta ganjaran yang berlipat kali ganda.
Banyak lagi ayat-ayat lain yang menyebutkan bahwa segala perbuatan yang berlandaskan iman maka akan diterima oleh Allah swt dan diberi ganjaran yang lebih baik.
Sementara itu, segala perbuatan yang tidak berlandasakan iman, maka tidak akan bermanfaat di sisi Allah swt walau sebaik apapun dan sebesar manapun perbuatan yang dilakukannya, ibarat fatamorgana yang ternampak dari kejauhan seperti air, namun ketika di hampiri, ianya kosong dan tiada apa-apa.
Allah swt berfirman :
"Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. dan didapatinya (ketetapan) Allah swt di sisinya, lalu Allah swt memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah swt adalah sangat cepat perhitungan Nya".
(QS An-Nuur : 39)
PERTAMA : Dengan ‘iman’, ia akan memunculkan keikhlasan dalam beramal.
KEDUA : Dengan ‘ihtisab’, ia akan memunculkan penyerahan diri kepada Allah swt atas
segala perbuatan dan berharap kepada Allah swt Maha Pemberi pahala, ganjaran dan
ridha untuk memberikan balasan yang setimpal dan berlipat kali ganda.
Betapa besarnya pengaruh iman di mana walau sekecil manapun perbuatannya akan menjadi besar di sisi Allah swt dan yakin bahwa Allah swt akan melipat gandakan pahala di atas segala perbuatannya, apalagi puasa yang merupakan amal yang tidak dapat diketahui oleh sesiapapun kecuali dirinya dan Allah swt.
Oleh kerananyalah, Allah swt memberikan ganjaran khusus kepada orang yang melaksanakan ibadah puasa kerana ‘iman’ dan ‘ihtisab’.
Dalam hadits lain disebutkan:
"Barangsiapa yang melakukan qiyam pada lailatul qadr, dengan penuh iman dan mengharapkan ganjaran Allah swt maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu."
(HR Bukhari)
"Barangsiapa yang beri'tikaf kerana iman dan mengharapkan ganjaran Allah swt, maka di ampunilah segala dosanya yang telah lalu."
(HR Ad-Dailami)
Puasa di bulan Ramadhan merupakan perisai bagi orang-orang yang berjalan menuju Allah swt.
Dalam bulan Ramadhan, ramai umat Islam melaksanakan amalan soleh atau ibadah seperti puasa, solat tarawih, tadarus, bahkan ada pula yang menghidupkan malam-malam Ramadhan dengan mendirikan solat malam yang diiringi dengan zikir dan i'tikaf.
Kemudian di siang harinya melaksanakan ibadah puasa dengan menahan makan, minum dan hubungan antara suami dan isteri.
Bahkan tidak sedikit pula orang yang mengambil kesempatan di bulan Ramadhan untuk melaksanakan berbagai kegiatan ibadah ritual mahupun sosial, kerana berdasarkan pada beberapa firman Allah swt dan hadits yang masyhur tentang keistimewaan bulan Ramadhan.
Bulan Ramadhan juga merupakan bulan yang penuh dengan :
- Rahmat.
- Keampunan (maghfirah).
- Jaminan seorang hamba terlepas dari siksa neraka.
- Bahkan ianya dilengkapi pula pada sepuluh akhir Ramadhan dengan ‘Lailatul Qadr’, iaitu malam yang lebih istimewa dari seribu bulan.
Di dalam salah satu hadits dijelaskan tentang anjuran untuk mengisi kegiatan bulan Ramadhan, antara lain :
- Puasa.
- Menghidupkan malam-malam Ramadhan.
- Sedekah.
- Dari tiga perkara ini, berkembang dan bersemaraknya kegiatan-kegiatan ibadah di bulan Ramadhan.
Kegiatan mengisi aktiviti pada malam-malam Ramadhan boleh dilakukan dengan mendirikan :
- Solat tarawih berjamaah.
- Tadarus Al Qur’an.
- Solat malam.
- Zikir.
- I'tikaf.
- Namun yang perlu diingatkan di sini adalah untuk menghidupkan bulan Ramadhan dengan "iman" dan "ihtisab" kepada Allah swt sebagai landasan agar diterima segala amal ibadahnya dan diberikan pahala yang setimpal dari ibadah dan amal yang dilakukannya.
- Jika kita meneliti sejarah, niscaya kita akan dapati bahwa para ‘Assabiqqun Al Awwalun’ menjadikan sikap hidup sederhana (wara') sebagai hiasan perilaku hidup mereka.
Pada suatu ketika Umar bin Al Khattab ditanya,
"Kenapa engkau makan gandum yang kasar dan berpakaian sangat sederhana. Dan engkau hanya minum air kosong setiap hari, padahal engkau adalah Al Farouk-Pemimpin umat yang besar?"
Umar bin Al Khattab menjawab :
"Aku menjadi pemimpin ini dipilih oleh rakyat, di antara mereka masih ramai yang hidup sangat sederhana bahkan dalam keadaan miskin. Tidak patut seorang yang dipilih rakyat, makan dan minum serta berpakaian melebihi rakyatnya!"
Sesungguhnya puasa telah melahirkan peribadi-peribadi yang berakhlak mulia dan secara khususnya ia telah melahirkan para pemimpin masa lalu yang hidup dengan penuh sederhana bahkan dalam keadaan kekurangan kerana mereka sangat menjaga diri (iffah) agar tidak diperhambakan oleh dunia yang memukau.
Ya Allah, terimalah puasa kami dan amal-amal kami di bulan Ramadhan yang mulia ini. Kurniakanlah keimanan yang teguh di dalam hati kami dan harapan untuk mendapatkan ganjaran pahala yang besar dariMu dari amalan-amalan yang kami laksanakan di bulan yang mulia ini serta gugurkanlah dosa-dosa kami yang telah lalu hasil dari puasa yang kami lakukan dengan ‘iman’ dan ‘ihtisab’.
0 comments:
Post a Comment